Halaman

Sabtu, 31 Juli 2010

Amin sudah amin... (selamat jalan sahabat)


Superman, foto profil yang sangat disukainya di fesbuk. Makanya banyak teman menjuluki dia Supermin, atau Amin si manusia super. Menggambar hobbynya, bercanda kebiasaannya. Setahun pertemuan kami kembali, setelah hampir 15 tahun tak bertemu. Fesbuk mempertemukan kami lagi. Namun komplikasi penyakit gagal ginjal, hati, paru & jantung yang dideritanya, tak menyurutkan Amin untuk tetap bercanda menertawakan sakitnya. Sakit yang tak sanggup ditolaknya, namun tak sanggup mencegahnya untuk tetap online.


Beginilah status updatenya di fesbuk & pesan sms di hari-hari terakhirnya:


July 20 at 10.09 pm Sebelu aku lupa maka…….Aku mengucapkan terima kasih pada teman2 semua, tanpa kalian mungkin aku tdk bisa bertahan hingga saat ini.

Dia sampai lupa nulis huruf ‘m’. Sempat kubercanda, kenapa koq terima kasih bukannya minta maaf? Belum sempat dijawabnya maka kusampaikan padanya bahwa sudah kumaafkan segala kesalahannya, dan diapun tertawa terbahak-bahak sambil tetap bilang terima kasih ya…

20.07.2010 2.56 pm Ndra, ini ada tmn g d bidang IT. Apa d tmpbu ada lowaongan IT?

Kujawab “gak ada”…

20.07.2010 3.03 pm Yg tersedia apa?

Kujawab “gak ada lowongan”…

20.07.2010 3.04 pm Ok thnx

Masih sempat dia peduli orang lain menanyakan lowongan kerja untuk temannya, sedangkan buat mengurus dirinya sendiri aja sudah kuwalahan.


July at 8.16 pm Aku takut penantian yg lama ini berakhir tanpa penyelesaian…

21.07.2010 9.23 pm Dari beberapa hari yg lalu timbul keinginan untk menerima sakramen perminyakan dengan romo Hudi. Diawal dan akhir dgn romo yg sama.

Amin sudah merasa hari akhirnya sudah tak lama lagi, karena harapan untuk dapat cuci darah gratis di RSUD dr. Soetomo Surabaya dan Bethany Care sepertinya harus berlomba dengan kesanggupannya menahan sakit. Amin sudah merasa harinya sudah tiba, dia minta supaya dapat diberikan Sakramen Perminyakan oleh Romo Hudiono yang juga membaptisnya dulu. Awal dan akhirnya dengan Pastor yang sama. Malam itupun langsung kutelepon Romo Hudi untuk meminta waktunya memberi sakramen pada Amin, dan disanggupi Romo Hudi beberapa hari kemudian karena waktu itu beliau masih berada di luar kota.


July 22 at 4.24 am Pagi ini kondisiku semakin parah…semakin lemah

22.07.2010 03.01 am Enaknya c pas d rs jd gak ngerepotin saudara. Krn g bingung kondisiku terus menurun dan berat bdn juga tambah turun, terakhir Cuma 55kg mungkin jumat ini bisa turun lg deh. Tiap mlm gak bisa tdr dan pagi2 pasti muntah. Parah nih ndra.

Meskipun sudah dalam kondisi lemah, Amin masih tidak mau merepotkan saudaranya untuk bisa menerima Sakramen Perminyakan. Kuhubungi Amin, memberitahukan kepastian jadwal untuk menerima Sakramen.


Siang hari, aku masih sempat menelpon untuk sekedar menanyakan kabarnya. Dia bersama dengan Alvon, di kamar kost-nya daerah Nginden. Delapan belas menit lebih kubercanda sejenak, berharap bisa sekedar meringankan rasa sakitnya. Kuberikan humor-humor segar tentang Surga dan Neraka. Untuk sedikit mengingatkan bahwa Surga dan Neraka hanya sekedar candaan saja, dan berharap diapun siap untuk menghadapinya kelak. Kami tertawa, namun hati ini lagi-lagi masih berharap tawa ini bisa kudengar lebih sering. Namun ternyata, ini terakhir kali kudengar suaranya!


July 24 at 9.12 am Akhirnya bisa OL lg ni krn kemari kagak bisa OL sama sekali…mari kita ambil nafas lega…….

Biasanya sih kalo ada update seperti ini, dia barusan bayar tagihan handphone… heheheh

24.07.2010 03.03 am Kyknya usaha dan penantian untuk bisa cuci darah gratis d Bethany care itu sia2 belaka. Saat ini aku benar2 bingung hrs usaha k mana lg, k rsud soetomo juga gak bisa dan aku sdh gak punya dana lg untk cuci darah. Semua jln terasa buntu.

Speechless…


July 24 at 3.05 pm Buru2 k UGD…eh dompet ketinggalan, puter lg deh…cepek deh

Masih sempat ku olok-olok dia “mau nganter dompet se-isinya” saat ada teman komen “lho ngapain kamu ke UGD?”…

Hariyanto yang tinggal di Jakarta langsung menyebarkan pesan singkat ke seluruh anggota Alumni Sang Timur, supaya bisa langsung menghubungi Amin melalui handphone untuk mengetahui kabarnya di Surabaya, karena status update nya yang harus masuk ke UGD. Lalu kucoba hubungi Hariyanto, Alvon atau siapapun yang sekiranya ada waktu untuk menemani Amin di UGD, tapi…


July 24 at 10.20 pm Gila…udah jam segini msh terdampar d UGD blm d bw k ruangan

24.07.2010 8.25 pm Masgh d UGD. Tensinya terlalu tinggi

24.07.2010 8.31 pm Soetomo

24.07.2010 8.34 pm Pelayanannya parah

24.07.2010 8.37 pm Blm boleh krn tensinya sangat tinggi

24.07.2010 8.47 pm Dari td bwaan emosi meluluk. Tensi 250/150

Ini komunikasi kami yang terakhir!

Kucoba terus untuk menenangkannya. Kuajak Amin untuk meditasi, berserah dan pasrah pada Tuhan, dia tak membalas lagi smsku.


Banyak sahabat yang bertanya kenapa di RSUD dr. Soetomo, jawabannya adalah: karena Gratis! Amin sudah tak sanggup lagi membiayai pengobatan dan perawatannya untuk cuci darah. Semua hartanya sudah terkuras, hingga rumahnya di Pasuruan pun juga ikut tergadaikan pada saudaranya untuk membiayai pengobatannya selama ini.


July 25 at 6.21 am Pengalaman rawat inap d RSUD sangat tdk manusiawi…tdk dpt mkn, ranjang tanpa bantal/guling, tanpa selimut n banyak nyamuk…mlm2 kucing berkeliaran d dlm ruangan…ckckck

Inilah status update Amin untuk terakhir kali!

Seorang sahabatnya sempat menanyakan kabarnya saat di UGD dan dijawabnya dengan santai bahwa kondisinya masih aman & ditemani oleh Mamanya. Tapi dari keluhannya sudah bikin merinding, hanya ditemani oleh Mamanya yang sudah tua pula.


Amin Lumenta, begitulah namanya yang selama ini kami kenal. Sempat kebingungan juga waktu ditanya tentang nama baptisnya… gak ada yang pernah tahu. Tapi di akhir hayatnya, barulah kami tahu kalau nama baptisnya adalah Emmanuel, ya Emmanuel Amin Lumenta lengkapnya. Lahir di Pasuruan, 10 Januari 1977. Lulusan Tekhnik Mesin Universitas Atmajaya Jakarta.


Dia tidak pernah menyerah, berusaha sekuat tenaga untuk menjalani Haemodialysis/ cuci darah setiap 3 hari sekali. Dengan sepeda motornya, Amin berangkat sendiri untuk cuci darah, baik itu waktu di Jakarta, di Malang maupun terakhir di Surabaya. Sesekali pernah para sahabatnya bergantian mengantarnya untuk cuci darah, bila keadaannya memang tidak memungkinkan untuk berangkat sendiri.


Dari Jakarta, susah sekali membujuknya untuk pulang kembali dan melanjutkan perawatan di kampung halaman. Bahkan sampai kami para sahabatnya perlu membujuk dan memberikan harapan, hingga mengurus segala tetek-bengek kepindahannya maka Amin pun mau melanjutkan perawatannya di Malang. Bersyukur bahwa berkat uluran kasih seluruh sahabat yang ada di Jakarta, Surabaya & Malang, maka Amin bisa kembali ke kampung halaman dan melanjutkan pengobatannya di Malang tanpa kendala apapun. Sungguh para sahabat yang super!


Di bulan – bulan dan hari – hari terakhirnya, Amin harus berjuang sendiri. Hidup dengan keterbatasan biaya dan kasih sayang dari saudaranya. Anak tunggal yang mandiri, yang jarang mengeluh. Bahkan dia harus hidup kost di tempat lain yang jauh dari perhatian orang tua & saudara, walaupun kondisi tubuhnya mewajibkan dia untuk hanya berbaring saja di tempat tidur. Dia tetap berjuang, untuk hidup lebih lama.


Salah satu perasaan enggan Amin yakni merasa bahwa dirinya telah kalah perang. Perasaan itulah yang terus ada dalam pikirannya dan mengganjalnya untuk dengan gagah berani pulang ke kampung halaman. Pun penyesalannya, di akhir hidupnya dia merasa masih belum bisa membahagiakan Mama yang selama ini dikasihinya. Dia tetap mencoba menunjukkan kekuatannya jika Mamanya melihat dia kesakitan. Juga pada semua sahabatnya, Amin tak ingin dikasihani karena penyakitnya.


Sekarang kau sudah amin, sudah tuntas tugasmu bersama kami. Sosok humoris yang tegar menghadapi cobaan hingga akhir hayatnya, kini sudah tinggal kenangan. Kini kami tak bisa lagi lihat status updatemu di fesbuk. Tak bisa lagi kita online chatting di YM. Tak ada lagi yang menelponku di tengah malam buta, hanya untuk sekedar bilang ‘iseng doang’. Tak ada lagi sms humor yang akan kuterima darimu. Tak ada lagi yang menemaniku untuk makan soto dan sup asparagus kegemaran kita.


Maafkan kami Supermin, bila kurang memperhatikanmu menjelang hari terakhirmu. Maafkan kami yang hanya bisa meminta maaf darimu, tanpa sanggup memberimu lebih dari yang kami mampu. Maafkan juga bila keinginanmu untuk nonton bareng ‘The Last Air Bender’ di bioskop takkan pernah bisa kami penuhi lagi. Pun juga sakramen yang ingin sekali kau terima di penutup usiamu. Kuyakinkan hati bahwa TUHAN punya cara yang misterius untuk menerimamu di SurgaNYA yang Kudus.


Selamat jalan Amin, kini kami hanya bisa mengenang dan mendoakanmu. Kau akan selalu hadir dalam hati kami, dalam doa kami. Berbahagialah sahabatku, semoga kau tenang bersamaNYA.


Amin.


(Sebagai kenangan, bahwa para sahabat telah dipercaya olehNYA untuk memberikan yang terbaik bagi Emmanuel Amin Lumenta, hingga Minggu 25 Juli 2010 17.15 wib TUHAN menjemputnya. Terima kasih atas pendampingan, sumbangsih dana, doa dan penghiburan selama Amin sakit hingga ‘keberangkatannya’. Kalian adalah para sahabat yang Super! God Bless You full guys…)



Kamis, 29 Juli 2010

Sabda Bahagia Iblis

Inilah Sabda Bahagia Iblis

  1. Berbahagialah orang yang terlalu capek, sibuk sehingga tidak punya waktu untuk bersekutu satu jam saja dengan TUHAN. Mereka adalah rekan kerjaku yang paling hebat.
  2. Berbahagialah orang yang menunggu ditegur dan mengharapkan pujian. Aku bisa memperalat mereka.
  3. Berbahagialah mereka yang terlalu sensitif. Dengan sedikit sentilan saja, mereka pasti tidak mau lagi bekerja dengan semangat. Mereka ini adalah "fans-ku".
  4. Berbahagialah mereka pembuat masalah. Mereka akan disebut anak-anakku. Berbahagialah orang tukang mengeluh. Aku senang mendengarkan mereka.
  5. Berbahagialah mereka yang sudah bosan dengan gaya dan kekeliruan bossnya, karena mereka tidak mendapat apa-apa dari pekerjaannya.
  6. Berbahagialah setiap karyawan yang berharap dibujuk-bujuk untuk disiplin kerja. Orang seperti ini hanya menambah masalah baru.
  7. Berbahagialah mereka yang suka gosip, karena mereka akan menimbulkan pertengkaran dan perpecahan. Ini sungguh menyenangkan saya.
  8. Berbahagialah mereka yang gampang tersinggung, karena mereka akan cepat marah dan pindah pekerjaan lain.
  9. Berbahagialah mereka yang egois dan mementingkan diri sendiri, mereka penolong saya.
  10. Berbahagialah orang yang mengaku mengasihi Tuhan tetapi membenci saudaranya karena mereka akan bersama saya selamanya.
  11. Berbahagialah kamu yang membaca tulisan ini dan merasa ini cocok untuk orang lain dan bukan diri sendiri. Kamu sudah dalam tangan saya.
Diambil dari buku "Humor Kristiani" karangan Bruder Petrus Suparyanto, FIC.

Senin, 19 Juli 2010

11 Tahun sudah...

Saat aku mengenangmu, bahkan saat terlintas nama Ibu dalam keseharianku…

Pingin sekali kubuatkan Ibu puisi yang paling bagus untuk mengenang sekian tahun kepergian Ibu, tapi aku tahu Ibu tak mungkin suka baca puisi cengeng. Karena ibu lebih suka baca koran.

Pingin sekali kubuatkan Ibu lagu yang indah, yang mungkin akan dinyanyikan oleh dan dikenang banyak orang saat teringat sosok seorang ibu, tapi khan ibu tahu… kalo aku nggak bisa ngarang lagu.

Pingin sekali membuatkan Ibu catatan yang indah dan menarik untuk dibaca oleh sedikit temanku di fesbuk, dengan harapan mendapatkan sedikit perhatian dan pujian dari mereka, bahkan mungkin sejumput doa untuk menghantar Ibu tenang disisiNya, tapi khan Ibu tahu kalo aku dari dulu cuma pingin jadi penulis tapi bukan penulis yang bagus. Lagian Ibu toh tahu… aku bukan orang yang pingin diperhatikan atau dipuji orang lain.

Bahkan terpikirkan olehku, pingin sekali bikinkan cerita pendek buat Ibu. Yang di akhir bukunya tertulis kalimat… “buku ini didedikasikan untuk Alm. Ibu Tercinta…” huh… boro-boro bikin cerpen, bikin PR bahasa Indonesia buat menulis latin aja harus si mbak yang ‘mruput’ nyelesaiin waktu subuh.
Cling… pagi PR ku sudah selesai, dan Ibu bilang ‘ada sinterklas yang masih sayang bantuin kamu nggarap PR, lain kali kerjain sendiri ya…’ hehehe.... Si mbak.

Pingin sekali aku ajak Ibu nonton bioskop, untuk sekedar menghilangkan rasa penat setelah Ibu bekerja memeras asa demi masa depan kami. Tapi lagi, pasti Ibu tak suka film action kesukaanku, karena Ibu lebih suka nonton film dono.

Seandainya pula, pingin sekali kuajak Ibu makan di restoran mewah dekat rumah kita, sekedar untuk ‘mencicipi’ rasa sebagai orang kaya yang bisa makan di restoran itu. Tapi lagi-lagi aku yakin, Ibu akan melarangku karena Ibu pasti berjanji akan memasakkan buat kami masakan yang lebih enak dari masakan di restoran itu, yang padahal alasan sebenarnya adalah berhemat untuk uang sekolahku.

Pingin sekali mengenangmu dengan meratapi hari-hari tanpa Ibu disampingku, dan berandai andai Ibu masih ada di antara kami. Tapi seandainya bisapun pasti Ibu takkan percaya itu, karena saat Ibu adapun bahkan nasehat Ibu jarang sekali kudengarkan sebagai pusaka bagiku. Penyesalan yang tak terbayarkan.

Ibu… tak terasa sudah 11 tahun engkau meninggalkan kami anak – anakmu.

Maaf, jika sudah beberapa waktu bahkan tak pernah kusebut nama Ibu dalam doaku. Bahkan maaf pula bila sudah jarang sekali aku berdoa seperti yang Ibu ajarkan dulu pada kami. Doa tobat di malam hari sebelum kami tidur terlelap dalam waktu melupakan pahit getirnya kehidupan di masa itu…

Ibu… pasti engkau tahu apa yang aku alami selama ini tanpamu. Aku berharap yang terbaik, namun bersiap yang terburuk layaknya kepergianmu dulu. Kaget nggak karuan, kenapa harus Ibu yang dipanggil lebih dulu… bukannya ibu tetangga aja yang lebih tua dan sakit-sakitan. Kenapa bukan ibunya, tapi Ibu ku.

Bahkan sempat kujauhi altarNYA yang telah Ibu dekatkan dengan sepenuh hati, keringat dan air mata, karena penolakanku padaNYA yang telah memanggil Ibu lebih cepat dari keinginanku.

Namun aku keliru…
Bukan tangisan dan kecengengan yang selayaknya kuberikan pada Ibu saat itu, saat ini dan nanti. Melainkan tepuk tangan yang meriah, kegembiraan dan kebahagiaan luar biasa yang patut kupersembahkan buat Ibu… karena tahu bahwa Dia telah menempatkan Ibu di dalam KemahNYA. Karena perjuangan Ibu takkan pernah sia-sia adanya.

Maafkan aku Ibu…
Karena telah lupa bahwa Ibu sudah berbahagia di Surga. Biarlah keinginanku untuk Ibu kan kusimpan selamanya, biarlah puisi, cerpen atau lagu itu tetap jadi harapanku kelak… jika kita bersama lagi. Doaku menyertai kebahagiaan Ibu disana.

Kunjuk Ing Asma Dalem Hyang Romo, Hyang Putro soho Hyang Roh Suci.
Punten dalem sewu Ibu, ingkang putra nyuwun pangestu. Amin.

(Kenangan 11 Tahun berpulangnya Ibu terkasih, 30 Oktober 2009)