Halaman

Minggu, 15 Agustus 2010

PAHLAWAN TAN PA NA MA

Sobat,

Aku tak kenal mu

Aku tak tahu mu

pun aku tak rindu mu

pun kau ada atau tak


Yang kutahu,

aku ada

menulis membaca tak lagi sia

menyanyi berdendang

takut tak lagi ada

dengan juangmu yang melulu

terus tak tergerus….


Merdeka tak mungkin tanpamu

dari rasa miliki bangsa

yang teramat banyak memberi,

tanpa pamrih

tanpa harap ‘tuk terganti.

Tulus, jujur, ikhlas, tanpa ragu.

Memberi segala dalam juangmu menuju cita….

Merdeka!


Sobat,

kau Tan Pa Na Ma mu

tetaplah juangmu merindu

selalu

kukuh

tak teruntuh

walau pilu

melihat negerimu


Kau sobatku,

Tan Pa Na Ma mu…

pahlawan tak kukenal mu

salam dari bangsamu

Merdeka!

Masihkah? Walau tanpamu…


(Selamat Hari Merdeka (?) ke 65 buat bangsaku tercinta, Hiduplah Indonesia Raya!)



Senin, 09 Agustus 2010

Lini and Her Opened Book

Bukunya gak asyik?!

Itulah kata pertamaku saat ditanya Lini tentang bukunya waktu kami ber-YM. Karena aku terpaksa harus ‘berebut’ dengan istriku yang ingin lebih dulu membacanya. Tahu begitu khan aku ambil dua, satu untuk istriku dan satu untukku…


Sungguh menginspirasi, itu kesan pertama.

Kesan kedua, seperti bercermin. Ternyata aku tak sendirian, ada juga yang senasib denganku. Tidak persis, tapi mirip. Itu pula yang mungkin membuatku cukup membutuhkan dua hari untuk membaca buku ini hingga selesai dan berulang-ulang, setelah menunggu sekian bulan dari ‘antrian’ sekian banyak bacaan istriku. Padahal reading speednya lebih cepat aku, tapi terpaksa harus mengalah karena istriku memaksa untuk membacanya lebih dulu.


Judul bukunya menghipnotis, membuat orang penasaran untuk langsung membacanya hingga akhir. Namun untuk membacanya hingga akhir adalah bentuk ‘perjuangan’ tersendiri bagi pembacanya, karena dibutuhkan tidak hanya hati yang rendah dan tulus. Namun juga sikap hati yang berani untuk tidak menghakimi. Ya, butuh keistimewaan hati pembacanya untuk membaca ‘buku yang terbuka’ ini.


Orang biasa pasti sudah terjerumus dalam sikap untuk menghakimi, sikap yang wajar jika melihat keterbukaan Lini ‘melampiaskan’ masa lalu dan harapannya dalam buku ini. Menuliskan kembali kisah hidupnya dengan ‘kaca spion’ dan tidak menoleh ke belakang, adalah ungkapan Lini yang sangat pas untuk kita belajar juga menerima masa lalu kita apa adanya tanpa kembali stagnan pada masa itu. Namun keterbukaannya dalam “Open Book” ini sungguh mencengangkan?! Koq ada ya orang yang cukup ‘gila’ untuk meng-open dirinya sedemikian open?! Luar biasa emang.


Hidup adalah sebuah buku

Lembar pertama dibuka dengan kelahiran

Lembar berikutnya diisi oleh orang tua

Lembar selanjutnya diisi oleh kita sendiri

Lembar terakhir ditutup dengan kematian


Biarkan hidupmu seperti buku yang terbuka

Seperti kisah pengantar tidur

Agar mudah dibaca orang

Agar orang dapat belajar

Dan menjadi inspirasi

Untuk memperbaiki hidupnya kelak


(diambil dari buku “My Life is an Open Book” karangan G. Lini Hanafiah)



Yang lebih menarik lagi, tak ada satu namapun dalam buku ini. Semuanya tersimbol dari sebutan Si Ayah, Si Sulung, Si Bungsu dan sebagainya. Bagiku sungguh menarik, tak ada di novel lainnya. Atau mungkin aku saja yang kuper karena tak banyak novel murahan yang kubaca. Karena ini bukan novel murahan, makanya kuluangkan waktuku untuk menikmatinya.


Membaca ‘My Life is an Open Book’ tak bisa dilepaskan dari sosok Lini (dia tak suka dipanggil mbak, atau ibu di depan namanya). Sosok yang kukenal hanya dari fesbuk, namun mampu memberikan inspirasi yang luar biasa dengan segala tulisannya. E-book ‘Yuk Nulis’ menjadi perkenalanku pertama kali. Langsung terpesona. Gila! Batinku. Ternyata nulis emang mudah (kelihatannya… ). Menjadikanku kembali bersemangat untuk melanjutkan hobby masa kecilku, menulis. Tapi saat kucoba untuk menulis lagi…. Hancuuuurrrr….. tak semudah yang Lini bilang.


Lini, salah satu teman bermutu yang kudapatkan dari fesbuk atau dunia maya. Praktis, prasangkaku akan jejaring sosial sedikit meleset karenanya. Karena sebelumnya kuanggap bahwa dunia maya hanya sekedar hiburan, tanpa ada hal-hal serius yang perlu terlibat didalamnya. Dari Lini aku belajar mengerti, bahwa segala sesuatu yang ringan akan menjadi bermakna bagi orang lain jika hal itu dikemas dengan serius tapi santai. Sungguh menginspirasi. Apalagi saat kumintai tolong untuk mencari tahu pengobatan medis ataupun alternative untuk salah satu sahabatku, Lini langsung menawarkan untuk memberi support buat sahabatku dengan mengirimkan bukunya. Sungguh luar biasa emang pengaruhnya. Hingga sahabatku ‘berpulang ke rumah Bapa’ pun, dia masih tersemangati juga oleh Lini untuk ikutan menuliskan kisah hidupnya. Namun sayang, Tuhan berencana lain, keinginan sahabatku untuk menuliskan kisah hidupnya hanya sampai dalam angan-angan karena tubuhnya tak sanggup berlomba dengan penyakitnya.


Buku yang menginspirasi dengan penulis yang menginspirasi. Luar biasa!